Departemen-departemen di Negara Khilafah
Oleh: Hafidz AbdurrahmanSistem pemerintahan dalam Negara Khilafah dibangun berdasarkan prinsip kekuasaan tunggal. Khilafah tidak mengenal konsep Trias Politika Montesque, yang membagi kekuasaan pemerintah menjadi tiga: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Karena itu, yang mempunyai hak untuk mengadopsi hukum syara’ sebagai UUD dan perundang-undangan adalah khalifah. Khalifah juga menerapkan UUD dan perundang-undangan tersebut di tengah masyarakat. Khalifah juga yang berhak mengangkat dan memberhentikan hakim.
Tentang adagium Lord Acton, “Power tends to corrupt” (kekuasaan cenderung korup) tidak akan terjadi dalam sistem ini, jika seluruh perangkatnya yang berfungsi dengan baik. Di sana, ada check and balance, selain dari Majelis Umat, juga dari umat, bisa langsung maupun melalui parpol. Jika khalifah melanggar UU, atau melakukan kezaliman kepada rakyat, di sana ada Mahkamah Madzalim yang bertugas untuk menghentikannya. Karena itu, kekuasaan tunggal di tangan khalifah tidak akan menyebabkan lahirnya apa yang dikhawatirkan Lord Acton.
Konsekuensi kekuasaan tunggal ini meniscayakan sistem pemerintahan sentralistik, meski tidak berarti sistem birokrasi dan administrasinya juga terpusat. Karena ini merupakan dua fakta yang berbeda. Karenanya, dalam sistem khilafah menganut prinsip, “Markaziyyah fi al-hukm” (pemerintahan sentralistik), dan “Allamarkaziyyatu fi al-idarah” (desentralisasi birokrasi). Prinsip ini membawa konsekuensi pada struktur pemerintahan khilafah.
Struktur Pemerintahan
Negara Khilafah juga tidak mengenal kepala negara dan kepala pemerintahan. Hanya ada satu yakni khalifah. Dalam melaksanakan tugasnya, khalifah dibantu oleh mu’awin tafwidh, yang jumlahnya bisa lebih dari satu. Mereka mempunyai kewenangan yang sama, di bidang pemerintahan, tetapi semuanya merupakan wakil khalifah. Mereka diangkat oleh khalifah berdasarkan akad niyabah. Khalifah pun berhak memberhentikannya. Selain pembantu di bidang pemerintahan, khalifah juga mempunyai pembantu di bidang adminitrasi, yaitu mu’awin tanfidz. Tugasnya menjadi penghubung khalifah dengan para pihak.
Di daerah, representasi kekuasaan khalifah diwakili oleh para wali, ‘amil hingga ke bawah. Mereka semuanya bisa diangkat dan diberhentikan langsung oleh khalifah, atau struktur lain yang mendapatkan mandat khalifah. Selain itu, juga ada lembaga peradilan yang dikepalai oleh qadhi qudhat. Lembaga ini terdiri atas tiga, hisbah, khushumat dan madzalim. Masing-masing dengan hakim dan otoritas yang berbeda.
Urusan dalam negeri di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri, yang dipimpin oleh seorang dirjen. Urusan luar negeri di bawah Departemen Luar Negeri, dipimpin oleh seorang dirjen. Ditambah Departemen Industri, yang juga dipimpin oleh seorang dirjen, yang dibangun berdasarkan strategi perang. Sedangkan urusan militer di bawah Departemen Perang dipimpin oleh seorang Amir Jihad, bukan dirjen.
Selain itu, ada Baitul Mal, Penerangan dan Mashalih Nas. Baitul Mal dipimpin oleh seorang kepala, dan bertanggung jawab langsung kepada khalifah. Sedangkan Penerangan bisa dipecah menjadi dua bidang. Masing-masing dipimpin oleh kepala bidang. Sedangkan Mashalih Nas, sebenarnya bukan struktur pemerintahan, tetapi lebih pada administrasi. Dalam hal ini, bisa terdiri dari Departemen Kesehatan, Pendidikan, Ketenagakerjaan, Pertanian, Kehutanan, Infrastruktur dan lain-lain.
Selain itu, juga ada Majelis Umat yang bertugas melakukan check and balance. Semuanya ini bertugas untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk mengurus urusan umat.
Departemen
Memperhatikan sistem dan struktur pemerintahan di atas, maka nomenklatur departemen Negara Khilafah sangat berbeda, dengan sistem yang lain.
Secara umum, bisa digambarkan sebagai berikut:
1- Departemen Perang dipimpin oleh seorang Amir Jihad. Amir Jihad sekaligus mengepalai dirjen Departemen Keamanan Dalam Negeri, dirjen Departemen Luar Negeri, dan dirjen Departemen Industri.
2- Departemen Keamanan Dalam Negeri, yang dipimpin oleh seorang dirjen.
3- Departemen Luar Negeri, dipimpin oleh seorang dirjen.
4- Departemen Industri, dipimpin oleh seorang dirjen.
5- Baitul Mal dipimpin oleh seorang kepala.
6- Departemen Penerangan, dengan dua bagiannya, masing-masing dipimpin oleh kepala bidang.
7- Departemen Kesehatan, dipimpin oleh seorang dirjen.
8- Departemen Pendidikan, dipimpin oleh seorang dirjen.
9- Departemen Ketenagakerjaan, dipimpin oleh seorang dirjen.
10- Departemen Pertanian, dipimpin oleh seorang dirjen.
11- Departemen Kehutanan, dipimpin oleh seorang dirjen.
12- Departemen Infrastuktur, dipimpin oleh seorang dirjen.
13- Departemen lain-lain.
Urusan peperangan, militer, keamanan dalam negeri, luar negeri dan industri dijadikan satu, karena semuanya ini tidak bisa dipisahkan dari tugas dan fungsi jihad. Semuanya ini di bawah seorang Amir Jihad, yang diangkat dan diberhentikan oleh khalifah, agar kekuasaan yang besar di bidang militer ini tidak justru menjadi sumber konflik dan disintegrasi. Meski, tidak berarti di daerah-daerah tidak ada distrik militer. Distrik militer ini ada, dengan tugas menjaga keamanan, jika dibutuhkan oleh negara. Juga untuk menjadi ujung tombak jihad defensif dan ofensif di daerah-daerah perbatasan.
Urusan keuangan juga sama. Urusan ini tidak didesentralisasi, tetapi tersentral di bawah Baitul Mal, yang dipimpin oleh seorang kepala. Dia langsung berhubungan dengan khalifah, bukan dengan yang lain.
Adapun yang lain, karena karakternya lebih bersifat administratif, maka sebagaimana prinsip “Allamarkaziyyatu fi al-idarah” (desentralisasi birokrasi), pembentukannya disesuaikan dengan kebutuhan di seluruh wilayah. Karena ada dan pembentukannya dimaksud untuk merealisasikan kewajiban negara kepada rakyatnya, yaitu melayani seluruh kebutuhan mereka. Mulai dari kebutuhan dasar pribadi, seperti sandang, papan dan pangan, atau kebutuhan dasar masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Secara lebih detail, Hizbut Tahrir telah menyiapkan semuanya ini dalam kitab-kitabnya, seperti Nidzam al-Hukm fi al-Islam, yang ditulis oleh al-‘Allamah Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani; al-Amwal fi Daulati al-Khilafah, karya al-‘Allamah Syaikh ‘Abdul Qadim Zallum; Ajhizatu ad-Daulah fi al-Hukm wa al-Idarah, dikeluarkan di era kepemimpinan al-‘Alim ‘Atha’ Abu Rasythah.[]
Sumber: Tabloid MediaUmat edisi 138
0 komentar:
Posting Komentar