Solusi Tuntas Kekerasan Anak di Sekolah Dasar




Oleh: Susilorini, S.Pd


(Pengasuh rubrik pendidikan anak Radio Josh FM, Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD 2 Tulungagung)

Kekerasan yang dilakukan anak  SD baru-baru ini terjadi di Sumatera Barat.Sebuah video yang diunggah di kanal YouTube memperlihatkan kekerasan yang dilakukan anak-anak SD. Dalam sebuah tayangan berdurasi 1 menit 52 detik terlihat seorang anak perempuan berseragam sekolah dasar tengah dianiaya oleh teman-temannya. Video yang diduga kuat diambil di sebuah ruangan kelas itu memperlihatkan murid wanita yang mengenakan kerudung tersebut ditendang dan dipukuli bergantian oleh teman-temannya di sudut ruangan. Penganiayaan antara lain dilakukan seorang murid perempuan lainnya dengan menendang tubuh korban. Selanjutnya, sejumlah murid laki-laki secara bergantian memukul dan menendang korban sembari meloncat. Sementara korban yang tersudut hanya bisa menahan pukulan sambil menangis.

          Dari celetukan dan teriakan di ruangan itu, terdengar jelas mereka kompak untuk 'menghukum' korban atas alasan yang belum diketahui. Dalam bahasa dan logat Minangkabau yang kental, para bocah itu terus memberi semangat teman-temannya memukul korban.
"taruih... taruih... (terus... terus..)," teriak mereka yang ada di ruangan itu menyemangati temannya yang tengah memukul korban."kapalo.., kapalonyo... (kepala... kepalanya)," ujar suara lain berusaha mengarahkan.

        Sepanjang tayangan video yang diunggah pada Sabtu 11 Oktober 2014 itu, juga terdengar celetukan-celetukan kasar dari suara perempuan dan laki-laki yang tak pantas diucapkan bocah seusia mereka. Sungguh peristiwa ini sangat memprihatinkan dan membuat hati kita miris. Bagaimana tidak generasi penerus bangsa ini sejak kecilnya sudah berlatih menjadi preman. Apa sebenarnya penyebab kekerasan yang dilakukan oleh  anak-anak?

                 Penyebab kekerasan yang dilakukan anak-anak saat ini  banyak faktor, diantaranya adalah:
Pertama, lemahnya fungsi keluarga. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat untuk mendidik anak-anak yang pertama dan utama sekarang beralih fungsi keluarga hanya menjadi terminal. Kondisi keluarga dalam tatanan masyarakat kapitalistik sebagaimana saat ini, dihimpit kesulitan ekonomi. Orang tua tersibukkan mencari nafkah ketimbang mencurahkan waktu, perhatian dan kasih sayang untuk anak-anak mereka. Dalam keluarga yang memiliki ekonomi mapan hal ini pun terjadi ketika banyak ibu yang menghabiskan waktunya untuk kegiatan di sektor publik baik di dunia kerja atau sosialita.Akibat dari kondisi yang demikian ini banyak orang tua tidak bisa optimal dalam mendidik anak-anaknya misalnya memberikan pendidikan tentang akhlak,kesopanan,dan kasih sayang dengan sesama.

Kedua, rendahnya pengawasan sekolah dan kepedulian masyarakat. Deteksi dini terhadap perilaku negatif seharusnya bisa dilakukan oleh sekolah maupun lingkungan sekitar. Ketika muncul gejala perilaku negatif seperti kata-kata kasar, mencemooh, apalagi tindak kekerasan, sekolah maupun lingkungan sekitar selayaknya memberi perhatian untuk mengingatkan dan menghentikan. Pihak sekolah dan masyarakat harus segera mengkomunikasikan kepada orang tua sehingga segera diselesaikan secara tuntas.

Ketiga, peraturan  pemerintah lemah.Budaya kekerasan masuk ke dunia anak melalui tontonan televisi, film, komik dan video games. Pemerintah tidak tegas dalam menyetop segala jenis tontonan yang merusak tadi karena lemahnya pengawasan, minimnya keberpihakan maupun adanya keuntungan materi. Pemerintah lalai dalam melindungi anak dari media yang membahayakan, pemerintah Indonesia tidak mendukung tugas orang tua dan sekolah dalam mendidik generasi yang berkepribadian mulia. Seharusnya pemerintah segera membuat peraturan yang tegas untuk menyetop tayangan- tayangan yang mengandung unsur kekerasan.
keempat, kekerasan anak ini muncul akibat kesalahan sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia adalah system pendidikan yang sekuler-materialistik. Asas penyelenggaraan dan tujuan pendidikan yang ditetapkan juga adalah buah dari paham sekuleristik tadi, yakni hanya sekedar membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dan serba individualistik, jauh dari penguasaan tsaqofah Islam dan pembentukan kepribadian Islam(pola pikir dan tingkah lakunya sesuai dengan Islam). 

  Semua ini terjadi karena di Indonesia masih sangat mempercayai sistem Kapitalisme Demokrasi yang memberi kebebasan dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam aspek pendidikan dan  informasi dan komunikasi. Apakah kita masih mau mempercayai system ini? Yang terbukti telah merusak semua  aspek kehidupan termasuk anak yang menjadi korban. Oleh karena itu kita harus segera mencampakkan sistem ini dengan mengganti Sistem Khilafah Rosyidah ‘ala min hajin nubuwwah.

           Negara Islam (Khilafah Islamiyah ) inilah yang  akan mengarahkan orang tua dalam mendidik anak-anak dan menanamkannya melalui kurikulum pendidikan di sekolah agar anak-anak dididik perilaku dan budi pekerti yang benar sesuai dengan ajaran Islam. Mereka diajarkan untuk memilih kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan-santun, kasih-sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka juga diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Dengan begitu, kelak terbentuk pribadi anak yang shalih dan terikat dengan aturan Islam. Orang tua memiliki waktu dan perhatian yang cukup bagi keluarga karena sistem ekonomi Islam akan menghasilkan masyarakat yang sejahtera berkeadilan. Masyarakat yang peduli juga akan lahir dari budaya amar makruf nahi munkar.

       Negara Khilafah juga menghapus seluruh fasilitas-fasilitas yang bisa mengakibatkan perilaku menyimpang generasi semacam tayangan dan permainan kekerasan dan merusak lainnya. Negara juga akan memberikan hukuman yang tegas terhadap perilaku menyimpang, karena Islam juga memiliki sistem sanksi yang jelas dan adil. Sudah selayaknya sistem kapitalisme demokrasi yang penuh dengan kerusakan ini diganti dengan sistem Islam yang penuh dengan keharmonisan dan kemaslahatan. Wallohua’lam bis showab.

0 komentar:

Posting Komentar